10 Juli 2009

TIDAK SEBATAS LUKA DAN DARAH

(Merentang Memapah Hidup)
Pena : Akh. Maemun

merentang memapah hidup
tidak hanya sebatas luka dan darah
dan cermin tidak pernah mengajarkannya
ribuan purnama telah banyak membuat buta
dan kegelapan menjadikan serpihan seterunya
waktu bergulir ruang silih berganti
siang tak panjang malam bertepi
kembali siang kembali malam
selalu silih berganti

baiknya banyaklah berucap do'a
rengkuhkan usaha pada kisaran waktu
tak perlu diam di batas henti
melaju mengarus sungai ke muara
wujudkan cinta pada hidup
tak baik sepotong harap dijadikan mimpi
sebab banyak cinta tak bernyawa tak bertepi

Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 09 Mei 2007

SAAT KUBELAJAR AKU TAK MENGERTI

(Saat Hilang Segala)
Pena : Akh. Maemun

saat ku belajar tuli
segala bisik segala rayu masih terasa duri
saat ku belajar buta
segala duka segala lara masih terasa siksa
saat ku belajar kuasa
segala pangkat segala jabatan masih terasa beban
saat ku belajar kaya
segala harta segala tahta masih tak terasa surga
apalagi saat aku belajar jujur
bisik rayu
duka lara
pangkat jabatan
harta tahta
selalu saja menggoda

yang aku tak mengerti
beribu manusia di negeri ini
hilang akal dan pikiran
hilang nurani dan perasaan
tuli, buta, sok kuasa, sok kaya dan tidak jujur
segala amanat segala kepercayaan banyak yang diabaikan

benarkah ....?!
saat mata hati tak lagi bisa menggapai serpihan nurani
maka kegelapan akan menenggelamkan keping-keping hati
benarkah ....?!
saat jati diri tak lagi bersemi direlung hati
maka harga diri itu takkan ada harganya lagi

Malingping – Selatan Sisih Terpencil, 09 Mei 2007

HIDUPKU ADALAH MATI

(Kematian)
Pena : Akh. Maemun

hidupku adalah mati
tunasku tak tumbuh
bungaku tak harum
maduku tak manis

hidupku adalah mati
tak tumbuh pada tunas
tak harum pada bunga
tak manis pada madu

(tumbuh tak harum tak manis tak
adalah mati)

Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 09 Mei 2007

SEBUTIR NASI SEBENING HATI

(Hati Sebening Nasi Sebutir)
Pena : Akh. Maemun

Sebutir nasi nasi butir butir nasi
Sebening hati hati bening bening hati
Sebutir hati hati butir butir hati
Sebening nasi nasi bening bening nasi

Nasi sebutir hati sebening nasi
Hati sebening nasi sebutir hati
Nasi sebening hati sebutir nasi
Hati sebutir nasi sebening hati

Nasi nasi hati hati
Sebutir sebutir sebening sebening
Hati hati nasi nasi
Sebening sebening sebutir sebutir

Nasi hati sebutir sebening
Sebening sebutir nasi hati
Hati nasi sebening sebutir
Sebutir sebening hati nasi

Nasi ya nasi
Hati ya hati
Nasi ya hati ya
Hati ya nasi ya
Ya nasi ya hati
Ya hati ya nasi

Ya nasi sebut hati
Ya nasi-hati
"sebutir nasi sebening hati
hati sebening nasi sebutir
hati-hati dengan sebutir nasi"

Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 05 Mei 2007

MIMPI KHAYAL I

(Sehari Saja .....)
Pena : Akh. Maemun

ingin sekali sehari aku bermimpi
bermandi purnama bertabur bintang
melantunkan tembang terindah
yang biasa orang reguk ketika mabuk
yang biasa orang rasa ketika terlena
sehari saja ....

kalau tidak biarkan sehari aku berkhayal
merangkai tatanan cinta dinuansa kerlip semesta
memapah hati untuk sekejap lupakan realita
jelmakan cita dari usik kesempatan yang tak tentu
dan dari luapan-luapan palsu nafsu yang memburu
sehari saja .....

Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 10 Maret 2007

UKIR BENTUK

(Mari Mengukir)
Pena : Akh. Maemun

mencubit menggaruk luka
mengiris mencercah noda
membekas luka tersisa noda

menjejak melangkah menapak pijak
melulur menyusur menempuh jalur
bijak berpijak menentu jalur

sipat menggurat pada laku
laku menggurat pada langkah
baik berperilaku santun melangkah

warna tawarkan pada bentuk
pahat tawarkan pada ukir
rindu bentuk mari mengukir

Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 10 Maret 2007

MAKMUR TERJULUR

(Kasih Tulus)
Pena : Akh. Maemun

Memanah awan hitam dengan retak asa
yang tersumbul dari nafsu
Memahat keras batu dengan nanah
yang menyeruak dari borok waktu
Berlaku hitam dari tetes darah penuh dendam
kelam semakin tenggelam

Sebaiknya biarkan tetes tangis berjatuhan
dari hitam hidup awan
dan langit kan memutih dengan sendirinya
memancarkan asa kasih yang tulus
biarkan batu mengeras mengusia
dan nanah mengering mengatupkan borok waktu
Berlaku santun berakhlak berbudi luhur
jujur teratur makmur kan terjulur

Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 27 April 2007

CAKRAWALA KITA SUATU TANDA

Buah Pena : Akh. Maemun

“Hari akhir tidak akan datang kepada kita
sampai dataran Arab sekali lagi menjadi
dataran berpadang rumput dan dipenuhi
dengan sungai-sungai”.*)

Salju tercurah merambah dataran Arab Saudi.
Inikah pertanda itu ?
Kalau saja kebersamaan kita bina sejak semula.
Cakrawala ini takkan tercoreng di mata Sang Maha Basir.
Kalau saja kita tidak mengawini kegelapan.
Kelelawar-kelelawar itu tak kan lahir.
Dan kini kita telah ditelanjangi tanpa busana kehormatan,
tapi masih tak sadar diri.

Dataran Saudi sebentar lagi berpadang rumput.
Inikah pertanda itu ?
Kalau saja kita mau berkaca sejak pertama.
Cakrawala ini tak kan terkoyak di rasa Sang Maha Rahman.
Kalau saja kita tidak menggumuli nafsu.
Ambisi-ambisi itu tak kan menjadi budak keturunan.
Dan kini kita telah dilucuti tanpa kain harga diri,
tapi masih tak mau mengerti.

Sungai-sungai akan memenuhi seluruh Jajirah Arab.
Inikah pertanda itu ?
Kalau saja kita tidak menabur badai sejak awal.
Kalau saja kita tidak menceraikan keimanan.
Cakrawala ini takkan tenggelam.
Cakrawala ini takkan berakhir di asa Sang Maha Rahim.
Dan kini kita akan dikembalikan ke tempat yang paling hina,
hari akhir dimana neraka itu berada.

Satu tanda merona Jajirah Arab, seribu ciri terjadi dinegeri ini.
Kita telah melukai-Nya, dan kita telah ditinggalkannya.

“Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka
setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah
tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.**)

Malingping, 14 November 2002
9 Syawal 1423 H

Ctt :

*) H.R. Muslim.
**) Q.S. Al-Baqarah : 120.

Warna-Warni Pelangi Menepis Kabut Lalu

prakata :

walau goresan politis itu begitu lekat menusuk
jejak mudamu, tapi warna-warni pelangi memberkahimu

Warna-Warni Pelangi Menepis Kabut Lalu
Pena : Akh. Maemun
Buat : Kang Gebar Sasmita

saat hening mendekap
titik gerimis menyisakan kabut di bening kaca
membentuk bayang maya yang mesti kusentuh dengan hati
walau ada rasa takut salah eja dan membaca
aku coba menelusur kedalaman relung lekuk hatimu
setiap desir kata yang kau ucap
setiap lantun cerita yang kau tata
dan dari geliat resah kisah masa lalumu
aku banyak menggali dan menimba rasa
aku banyak mengecap arti sebuah perjalanan
aku banyak memahat tutur dan mengukir sketsa asa
hingga ciprat cat lukismu dapat kurengkuh
kubaca dengan kata kurasa dengan makna

satu cerita miris mengiris pipih perjalananmu
pahatan politis itu menggores begitu lekat
menancapkan kuasa tak berperi
menusuk jejak mudamu
menghilangkan warna mimpi indahmu
membingkai dalam buram trali
memutuskan titis citamu
memasung garis hidupmu
menghempaskan segalanya

disuatu senja dimana tangan sang kuasa berkata lain
warna-warni pelangi kebesaran membimbingmu
memapahmu menerjemahkan takdirmu
Tuhan maha segalanya
dan kini engkau bebas
bebas memandang luasnya langit
luasnya lautan dan tepian pesisir yang menghampar
boleh kau lukis gunung
semaikan cita-citamu di sana setinggi mungkin
boleh kau lukis manusia
dan tanamkan di sana rasa cinta dan kasihmu
boleh kau lukis apa saja
asal jangan lupa
bahwa Tuhanlah di atas segalanya
goresan tanganmu adalah goresan titis kasih Tuhan
warna-warni indahmu adalah warna-warni indah Tuhan

aku termenung dalam rengkuh yang dalam
tak bisa membaca takdirmu dengan mata batinku
itu rahasiaNya yang teramat rahasia
yang kutahu atas kuasaNya
warna warni pelangi memberkahimu
warna-warni pelangi penepis kabut lalumu

Malingping – Selatan Sisih Terpencil, 22 Mei 2007