06 Juni 2011

Melahir Ejakan Kata

Pena : Akh. Maemun

Ketika aku menulis dan otak dikepalaku berkata-kata, angin tak henti-henti berhembus membisikan ratusan cerita, beribu peristiwa, dan jutaan fakta nyata. Aku berbisik pada angin, yang mana mesti aku dahulukan ? cerita ingin aku tulis, peristiwa apalagi, bahkan fakta nyata juga aku suka.

Aku mencoba mengajak bicara tangan, ia berkata; tuliskan saja apa yang ingin kamu tuliskan, tak perlu banyak pertimbangan, apapun itu jadinya. Benar juga, terlalu banyak pertimbangan sampai kapanpun aku tak akan pernah jadi menulis. Akhirnya aku turuti sarannya itu, seperti inilah jadinya dan aku tak pernah mengira kata-kata akan meluncur begitu deras dan melonjak-lonjak memaksa keluar dari otak penatku.

Kamarku begitu sempit, tak ada meja, tak ada kursi seperti layaknya kamar orang-orang berumah mewah dan megah. Banyak ideku yang terbunuh dan tak bisa terlahir dalam kamarku. Harusnya bayi-bayi karyaku terlahir dan kini tentunya sudah besar serta dapat memberikan motivasi untuk terus berkarya melahirkan bayi-bayi baru yang bisa dijadikan cerminan bagi semua.

Dalam loteng di atas kamar mandi berukuran 4 x 2 M, ruangan yang cukup sederhana tanpa jendela, dibingkai dengan kawat-kawat tembus angin, dibelakang rumah dimana pepohonan rindang dan langit luas terbentang ada di hadapannya, aku ajak hasratku untuk melahir-ejakan tiap kata yang dikandungnya hingga merangkai tatanan makna bermanfaat dan bermultiguna.

Malingping Selatan Sisih Terpencil, 28 Mei 2008.

Lahirku Karya Pahlawanku

Pena : Akh. Maemun

Aku lahir dari tetes cinta ibu bapakku, membentuk benih dan tumbuh sebagai tunas. Dalam tunasku ada harap terindah orang-tuaku, kusadari itu. Melulur sosok merambah pigur keduanya adalah semaian tali kasih yang takkan bisa diputuskan siapapun. Tali-gapai yang direnda semenjak buaian kandung bunda akan meruntut cerita dan silsilah kelahiran seseorang. Jangan katakan dengan lidah yang kotor dan jangan tuhankan keangkuhan untuk coba mengingkari penyemai benih bukanlah sebagai asal muasal.

Realisasi tuai harapan yang pernah tersumbul dari ceruk bilik nurani orang-tuaku, tumbuh berjalan bersama kembaraku ke berbagai lorong waktu. Memang tak mudah membuat sketsa harap menjadi nyata sebentuk pualam berukir mutu manikam. Syukuri dengan penuh kerendahan sebagai hamba, walau yang didapat hanya sebersit debu yang tampak terkulai tak berguna. Sebesar apapun bentuknya nikmat, itu adalah anugrah dan anugrah itu sendiri adalah berkah.

Lahirku, lahirmu, lahir kalian, bukanlah rahasia, jelas nyata adanya tertulis pada bingkai identitas diri. Tahun-pun tak pernah bosan selalu mengulang dan meriview-nya. Lahirku, lahirmu, lahir kalian, lahir kita semua adalah bukti nyata, bahwa kita punya sejarah, dimana kita menjadi ada, terlahir dari pemilik kasih, pemilik surga di bawah telapak kakinya, menetas dari tetes pemimpin, nahkoda pemilik perahu rumah buaian.

Sadarilah bahwa lahir dan kehidupan kita adalah pahit manis asam garam orang tua, begitu juga dengan aku, aku lahir dari pahit perihnya hidup orang tuaku, manisnya mereka menyulam benih kasih dengan tatanan cinta yang tulus, asam kecutnya kehidupan yang dihadapinya diberbagai persimpangan jalan penghidupan, merasakan asinnya garam keringat yang sering menetes melulur kerut rona wajahnya yang penyabar. Mereka berdua kuanggap sebagai pahlawan yang takkan tergantikan, pahlawan cinta kasih yang tak pernah putus dirundung malang, pahlawan setia yang penuh perhatian.

Malingping Selatan Sisih Terpencil, 28 Mei 2008.