Pena : Akh. Maemun
Ketika aku menulis dan otak dikepalaku berkata-kata, angin tak henti-henti berhembus membisikan ratusan cerita, beribu peristiwa, dan jutaan fakta nyata. Aku berbisik pada angin, yang mana mesti aku dahulukan ? cerita ingin aku tulis, peristiwa apalagi, bahkan fakta nyata juga aku suka.
Aku mencoba mengajak bicara tangan, ia berkata; tuliskan saja apa yang ingin kamu tuliskan, tak perlu banyak pertimbangan, apapun itu jadinya. Benar juga, terlalu banyak pertimbangan sampai kapanpun aku tak akan pernah jadi menulis. Akhirnya aku turuti sarannya itu, seperti inilah jadinya dan aku tak pernah mengira kata-kata akan meluncur begitu deras dan melonjak-lonjak memaksa keluar dari otak penatku.
Kamarku begitu sempit, tak ada meja, tak ada kursi seperti layaknya kamar orang-orang berumah mewah dan megah. Banyak ideku yang terbunuh dan tak bisa terlahir dalam kamarku. Harusnya bayi-bayi karyaku terlahir dan kini tentunya sudah besar serta dapat memberikan motivasi untuk terus berkarya melahirkan bayi-bayi baru yang bisa dijadikan cerminan bagi semua.
Dalam loteng di atas kamar mandi berukuran 4 x 2 M, ruangan yang cukup sederhana tanpa jendela, dibingkai dengan kawat-kawat tembus angin, dibelakang rumah dimana pepohonan rindang dan langit luas terbentang ada di hadapannya, aku ajak hasratku untuk melahir-ejakan tiap kata yang dikandungnya hingga merangkai tatanan makna bermanfaat dan bermultiguna.
Malingping Selatan Sisih Terpencil, 28 Mei 2008.