Serial : Kelana P. Firman
Matanya redup, tatapannya tak bersinar bahagia, bercak bening mengembun memenuhi kantung matanya, kesedihan tak dapat ia sembunyikan dalam ketegaran, tangannya menelungkup mulutnya dan sesekali menghapus air mata yang menetes mengalir di pipinya, isakan kecil mulai terdengar dan menyesakkan dada, ia tak percaya, cerita seperti ini benar-benar ia temui dan rasakan, berpisah dengan orang yang ia cintai, manisnya pernikahan hanya satu minggu ia rasakan, istana raja hanya dihuni permaisuri yang mesti menunggu abadi sampai sang raja kembali, maksud hati ingin cepat menggendong bayi hanyalah mimpi, "akankah ia kembali ...?" kehawatiran selalu saja menghantuinya. Mas Arif demikian ia biasa menyebut suaminya. Arif seorang voluntier aktif harus pergi ke Gaza untuk membantu saudaranya yang terzdolimi, kecintaannya menolong orang lain sudah tersemat sewaktu dia masih kecil, dalam tatap ibunya anak ini benar-benar penolong dan soleh.
Afni demikian sebut saja tokoh utama cerita kita kali ini, tertegun dengan derai air mata yang terus menetes, ia teringat akan kata penuh misteri yang diucapkan suaminya ketika hendak pergi, "Surga akan menghampiri kita, jika apa yang kita lakukan hari ini berada di jalan-NYA, dengan ikhlas dan tawakal.... Puaskan dan teteskan air matamu untuk saudaramu yang di Gaza, jangan untukku, sebab nanti surgamu kan kering karena tangismu yang sia-sia. Cintailah saudaramu lebih dari mencintai suamimu, biar surgamu ramai dengan amalmu dan pernak-pernik cinta yang tiada tara. Ingat ... Allah lebih mencintai hambanya yang faham dan sadar, bahwa hidup adalah nikmat terindah yang telah Allah berikan kepada hambanya, dan harus ingat, kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada-NYA," tangis dan isaknya semakin menjadi, Arif memeluk istrinya dalam dekapan kerinduan cinta yang dalam, tapi tetap cintanya terhadap Allah dan jalan-NYA tidak berkurang, Subhanallah.... Cinta dan rindu datang dengan sendirinya, kapan ia harus pergi dan kapan harus kembali.
Selatan Sisih Terpencil, 17 Desember 2012
Matanya redup, tatapannya tak bersinar bahagia, bercak bening mengembun memenuhi kantung matanya, kesedihan tak dapat ia sembunyikan dalam ketegaran, tangannya menelungkup mulutnya dan sesekali menghapus air mata yang menetes mengalir di pipinya, isakan kecil mulai terdengar dan menyesakkan dada, ia tak percaya, cerita seperti ini benar-benar ia temui dan rasakan, berpisah dengan orang yang ia cintai, manisnya pernikahan hanya satu minggu ia rasakan, istana raja hanya dihuni permaisuri yang mesti menunggu abadi sampai sang raja kembali, maksud hati ingin cepat menggendong bayi hanyalah mimpi, "akankah ia kembali ...?" kehawatiran selalu saja menghantuinya. Mas Arif demikian ia biasa menyebut suaminya. Arif seorang voluntier aktif harus pergi ke Gaza untuk membantu saudaranya yang terzdolimi, kecintaannya menolong orang lain sudah tersemat sewaktu dia masih kecil, dalam tatap ibunya anak ini benar-benar penolong dan soleh.
Afni demikian sebut saja tokoh utama cerita kita kali ini, tertegun dengan derai air mata yang terus menetes, ia teringat akan kata penuh misteri yang diucapkan suaminya ketika hendak pergi, "Surga akan menghampiri kita, jika apa yang kita lakukan hari ini berada di jalan-NYA, dengan ikhlas dan tawakal.... Puaskan dan teteskan air matamu untuk saudaramu yang di Gaza, jangan untukku, sebab nanti surgamu kan kering karena tangismu yang sia-sia. Cintailah saudaramu lebih dari mencintai suamimu, biar surgamu ramai dengan amalmu dan pernak-pernik cinta yang tiada tara. Ingat ... Allah lebih mencintai hambanya yang faham dan sadar, bahwa hidup adalah nikmat terindah yang telah Allah berikan kepada hambanya, dan harus ingat, kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada-NYA," tangis dan isaknya semakin menjadi, Arif memeluk istrinya dalam dekapan kerinduan cinta yang dalam, tapi tetap cintanya terhadap Allah dan jalan-NYA tidak berkurang, Subhanallah.... Cinta dan rindu datang dengan sendirinya, kapan ia harus pergi dan kapan harus kembali.
Selatan Sisih Terpencil, 17 Desember 2012