Buah Pena : Akh. Maemun
titik-menitik curah-mencurah
terjurai rahmatmu berlimpah
ramadhan adalah magfiroh
bulan berlimpah berkah
berlimpah nikmat dan pengampunan
teteskan air matamu
tundukkan jiwa ragamu
semaikan hati kecilmu
arahkan langkah hidupmu
hanya pada Tuhan-Mu
Rabbi..........
di telaga kuasa-Mu aku begitu kecil
di padang rahmat-Mu aku begitu miskin
di limpah cahaya-Mu aku begitu dekil
tak berbinar sebening embun di relung pagi
tak menarik seindah permata tahta istana
tak layak kiranya aku ada di sini
khalifah yang tak bermuka
khalifah yang tak berdaya dan berharga
iman timbul tenggelam tak kentara
takwaku tak jelas karena berbias
Rabbi.......
ijinkan aku menyebut nama-Mu
walau rinduku pipih karena waktu
dan bau borok dosa menyelimutiku
Rabbi....
ampunilah aku
dan tiupkanlah angin kuasa-Mu
biar awan kelabu berlalu dari diriku
amin.....
Malingping – Selatan Sisih Terpencil, 23 Ramadhan 1428 H
------------------------------------------ 05 Oktober 2007 M
Walau hanya tersentuh kerlip pelita dalam nanar keterpurukan yang dalam, tapi semburat mutiara masih tetap memancar dari malingping selatan sisih terpencil (inilah sisa-sisa harapan terindah yang bisa kita nikmati bersama)
26 Agustus 2009
TAK SEMESTINYA KITA BERPALING
Buah Pena : Akh. Maemun
rahmat dan magfiroh-Nya menaung limpah
menelungkup gelaran maya pada
asma-Nya tak terbatas meluruh
lekuk langit dan bumi
semaian rahman dan rahim-Nya
menitis pijak yang bijak
merona barokah yang mawadah
inayah dan hidayah-Nya merambah
menyemai benih di relung hati setiap insani
tak semestinya kita berpaling
bila yang Esa dan yang Kuasa kita yakini adanya
menyenandung sejuk direbahan qolbu ragawi
menggores lekat erat di tatap mata
membayang cinta direngkuh peluk kasih tulus-Nya
oh.... ampuni kami ......
makhluk yang tak pandai memuji
hamba yang tak pandai bersyukur
Malingping – Selatan Sisih Terpencil, 14 Ramadhan 1428 H
------------------------------------------ 26 September 2007 M
rahmat dan magfiroh-Nya menaung limpah
menelungkup gelaran maya pada
asma-Nya tak terbatas meluruh
lekuk langit dan bumi
semaian rahman dan rahim-Nya
menitis pijak yang bijak
merona barokah yang mawadah
inayah dan hidayah-Nya merambah
menyemai benih di relung hati setiap insani
tak semestinya kita berpaling
bila yang Esa dan yang Kuasa kita yakini adanya
menyenandung sejuk direbahan qolbu ragawi
menggores lekat erat di tatap mata
membayang cinta direngkuh peluk kasih tulus-Nya
oh.... ampuni kami ......
makhluk yang tak pandai memuji
hamba yang tak pandai bersyukur
Malingping – Selatan Sisih Terpencil, 14 Ramadhan 1428 H
------------------------------------------ 26 September 2007 M
10 Juli 2009
TIDAK SEBATAS LUKA DAN DARAH
(Merentang Memapah Hidup)
Pena : Akh. Maemun
merentang memapah hidup
tidak hanya sebatas luka dan darah
dan cermin tidak pernah mengajarkannya
ribuan purnama telah banyak membuat buta
dan kegelapan menjadikan serpihan seterunya
waktu bergulir ruang silih berganti
siang tak panjang malam bertepi
kembali siang kembali malam
selalu silih berganti
baiknya banyaklah berucap do'a
rengkuhkan usaha pada kisaran waktu
tak perlu diam di batas henti
melaju mengarus sungai ke muara
wujudkan cinta pada hidup
tak baik sepotong harap dijadikan mimpi
sebab banyak cinta tak bernyawa tak bertepi
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 09 Mei 2007
Pena : Akh. Maemun
merentang memapah hidup
tidak hanya sebatas luka dan darah
dan cermin tidak pernah mengajarkannya
ribuan purnama telah banyak membuat buta
dan kegelapan menjadikan serpihan seterunya
waktu bergulir ruang silih berganti
siang tak panjang malam bertepi
kembali siang kembali malam
selalu silih berganti
baiknya banyaklah berucap do'a
rengkuhkan usaha pada kisaran waktu
tak perlu diam di batas henti
melaju mengarus sungai ke muara
wujudkan cinta pada hidup
tak baik sepotong harap dijadikan mimpi
sebab banyak cinta tak bernyawa tak bertepi
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 09 Mei 2007
SAAT KUBELAJAR AKU TAK MENGERTI
(Saat Hilang Segala)
Pena : Akh. Maemun
saat ku belajar tuli
segala bisik segala rayu masih terasa duri
saat ku belajar buta
segala duka segala lara masih terasa siksa
saat ku belajar kuasa
segala pangkat segala jabatan masih terasa beban
saat ku belajar kaya
segala harta segala tahta masih tak terasa surga
apalagi saat aku belajar jujur
bisik rayu
duka lara
pangkat jabatan
harta tahta
selalu saja menggoda
yang aku tak mengerti
beribu manusia di negeri ini
hilang akal dan pikiran
hilang nurani dan perasaan
tuli, buta, sok kuasa, sok kaya dan tidak jujur
segala amanat segala kepercayaan banyak yang diabaikan
benarkah ....?!
saat mata hati tak lagi bisa menggapai serpihan nurani
maka kegelapan akan menenggelamkan keping-keping hati
benarkah ....?!
saat jati diri tak lagi bersemi direlung hati
maka harga diri itu takkan ada harganya lagi
Malingping – Selatan Sisih Terpencil, 09 Mei 2007
Pena : Akh. Maemun
saat ku belajar tuli
segala bisik segala rayu masih terasa duri
saat ku belajar buta
segala duka segala lara masih terasa siksa
saat ku belajar kuasa
segala pangkat segala jabatan masih terasa beban
saat ku belajar kaya
segala harta segala tahta masih tak terasa surga
apalagi saat aku belajar jujur
bisik rayu
duka lara
pangkat jabatan
harta tahta
selalu saja menggoda
yang aku tak mengerti
beribu manusia di negeri ini
hilang akal dan pikiran
hilang nurani dan perasaan
tuli, buta, sok kuasa, sok kaya dan tidak jujur
segala amanat segala kepercayaan banyak yang diabaikan
benarkah ....?!
saat mata hati tak lagi bisa menggapai serpihan nurani
maka kegelapan akan menenggelamkan keping-keping hati
benarkah ....?!
saat jati diri tak lagi bersemi direlung hati
maka harga diri itu takkan ada harganya lagi
Malingping – Selatan Sisih Terpencil, 09 Mei 2007
HIDUPKU ADALAH MATI
(Kematian)
Pena : Akh. Maemun
hidupku adalah mati
tunasku tak tumbuh
bungaku tak harum
maduku tak manis
hidupku adalah mati
tak tumbuh pada tunas
tak harum pada bunga
tak manis pada madu
(tumbuh tak harum tak manis tak
adalah mati)
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 09 Mei 2007
Pena : Akh. Maemun
hidupku adalah mati
tunasku tak tumbuh
bungaku tak harum
maduku tak manis
hidupku adalah mati
tak tumbuh pada tunas
tak harum pada bunga
tak manis pada madu
(tumbuh tak harum tak manis tak
adalah mati)
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 09 Mei 2007
SEBUTIR NASI SEBENING HATI
(Hati Sebening Nasi Sebutir)
Pena : Akh. Maemun
Sebutir nasi nasi butir butir nasi
Sebening hati hati bening bening hati
Sebutir hati hati butir butir hati
Sebening nasi nasi bening bening nasi
Nasi sebutir hati sebening nasi
Hati sebening nasi sebutir hati
Nasi sebening hati sebutir nasi
Hati sebutir nasi sebening hati
Nasi nasi hati hati
Sebutir sebutir sebening sebening
Hati hati nasi nasi
Sebening sebening sebutir sebutir
Nasi hati sebutir sebening
Sebening sebutir nasi hati
Hati nasi sebening sebutir
Sebutir sebening hati nasi
Nasi ya nasi
Hati ya hati
Nasi ya hati ya
Hati ya nasi ya
Ya nasi ya hati
Ya hati ya nasi
Ya nasi sebut hati
Ya nasi-hati
"sebutir nasi sebening hati
hati sebening nasi sebutir
hati-hati dengan sebutir nasi"
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 05 Mei 2007
Pena : Akh. Maemun
Sebutir nasi nasi butir butir nasi
Sebening hati hati bening bening hati
Sebutir hati hati butir butir hati
Sebening nasi nasi bening bening nasi
Nasi sebutir hati sebening nasi
Hati sebening nasi sebutir hati
Nasi sebening hati sebutir nasi
Hati sebutir nasi sebening hati
Nasi nasi hati hati
Sebutir sebutir sebening sebening
Hati hati nasi nasi
Sebening sebening sebutir sebutir
Nasi hati sebutir sebening
Sebening sebutir nasi hati
Hati nasi sebening sebutir
Sebutir sebening hati nasi
Nasi ya nasi
Hati ya hati
Nasi ya hati ya
Hati ya nasi ya
Ya nasi ya hati
Ya hati ya nasi
Ya nasi sebut hati
Ya nasi-hati
"sebutir nasi sebening hati
hati sebening nasi sebutir
hati-hati dengan sebutir nasi"
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 05 Mei 2007
MIMPI KHAYAL I
(Sehari Saja .....)
Pena : Akh. Maemun
ingin sekali sehari aku bermimpi
bermandi purnama bertabur bintang
melantunkan tembang terindah
yang biasa orang reguk ketika mabuk
yang biasa orang rasa ketika terlena
sehari saja ....
kalau tidak biarkan sehari aku berkhayal
merangkai tatanan cinta dinuansa kerlip semesta
memapah hati untuk sekejap lupakan realita
jelmakan cita dari usik kesempatan yang tak tentu
dan dari luapan-luapan palsu nafsu yang memburu
sehari saja .....
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 10 Maret 2007
Pena : Akh. Maemun
ingin sekali sehari aku bermimpi
bermandi purnama bertabur bintang
melantunkan tembang terindah
yang biasa orang reguk ketika mabuk
yang biasa orang rasa ketika terlena
sehari saja ....
kalau tidak biarkan sehari aku berkhayal
merangkai tatanan cinta dinuansa kerlip semesta
memapah hati untuk sekejap lupakan realita
jelmakan cita dari usik kesempatan yang tak tentu
dan dari luapan-luapan palsu nafsu yang memburu
sehari saja .....
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 10 Maret 2007
UKIR BENTUK
(Mari Mengukir)
Pena : Akh. Maemun
mencubit menggaruk luka
mengiris mencercah noda
membekas luka tersisa noda
menjejak melangkah menapak pijak
melulur menyusur menempuh jalur
bijak berpijak menentu jalur
sipat menggurat pada laku
laku menggurat pada langkah
baik berperilaku santun melangkah
warna tawarkan pada bentuk
pahat tawarkan pada ukir
rindu bentuk mari mengukir
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 10 Maret 2007
Pena : Akh. Maemun
mencubit menggaruk luka
mengiris mencercah noda
membekas luka tersisa noda
menjejak melangkah menapak pijak
melulur menyusur menempuh jalur
bijak berpijak menentu jalur
sipat menggurat pada laku
laku menggurat pada langkah
baik berperilaku santun melangkah
warna tawarkan pada bentuk
pahat tawarkan pada ukir
rindu bentuk mari mengukir
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 10 Maret 2007
MAKMUR TERJULUR
(Kasih Tulus)
Pena : Akh. Maemun
Memanah awan hitam dengan retak asa
yang tersumbul dari nafsu
Memahat keras batu dengan nanah
yang menyeruak dari borok waktu
Berlaku hitam dari tetes darah penuh dendam
kelam semakin tenggelam
Sebaiknya biarkan tetes tangis berjatuhan
dari hitam hidup awan
dan langit kan memutih dengan sendirinya
memancarkan asa kasih yang tulus
biarkan batu mengeras mengusia
dan nanah mengering mengatupkan borok waktu
Berlaku santun berakhlak berbudi luhur
jujur teratur makmur kan terjulur
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 27 April 2007
Pena : Akh. Maemun
Memanah awan hitam dengan retak asa
yang tersumbul dari nafsu
Memahat keras batu dengan nanah
yang menyeruak dari borok waktu
Berlaku hitam dari tetes darah penuh dendam
kelam semakin tenggelam
Sebaiknya biarkan tetes tangis berjatuhan
dari hitam hidup awan
dan langit kan memutih dengan sendirinya
memancarkan asa kasih yang tulus
biarkan batu mengeras mengusia
dan nanah mengering mengatupkan borok waktu
Berlaku santun berakhlak berbudi luhur
jujur teratur makmur kan terjulur
Malingping - Selatan Sisih Terpencil, 27 April 2007
CAKRAWALA KITA SUATU TANDA
Buah Pena : Akh. Maemun
“Hari akhir tidak akan datang kepada kita
sampai dataran Arab sekali lagi menjadi
dataran berpadang rumput dan dipenuhi
dengan sungai-sungai”.*)
Salju tercurah merambah dataran Arab Saudi.
Inikah pertanda itu ?
Kalau saja kebersamaan kita bina sejak semula.
Cakrawala ini takkan tercoreng di mata Sang Maha Basir.
Kalau saja kita tidak mengawini kegelapan.
Kelelawar-kelelawar itu tak kan lahir.
Dan kini kita telah ditelanjangi tanpa busana kehormatan,
tapi masih tak sadar diri.
Dataran Saudi sebentar lagi berpadang rumput.
Inikah pertanda itu ?
Kalau saja kita mau berkaca sejak pertama.
Cakrawala ini tak kan terkoyak di rasa Sang Maha Rahman.
Kalau saja kita tidak menggumuli nafsu.
Ambisi-ambisi itu tak kan menjadi budak keturunan.
Dan kini kita telah dilucuti tanpa kain harga diri,
tapi masih tak mau mengerti.
Sungai-sungai akan memenuhi seluruh Jajirah Arab.
Inikah pertanda itu ?
Kalau saja kita tidak menabur badai sejak awal.
Kalau saja kita tidak menceraikan keimanan.
Cakrawala ini takkan tenggelam.
Cakrawala ini takkan berakhir di asa Sang Maha Rahim.
Dan kini kita akan dikembalikan ke tempat yang paling hina,
hari akhir dimana neraka itu berada.
Satu tanda merona Jajirah Arab, seribu ciri terjadi dinegeri ini.
Kita telah melukai-Nya, dan kita telah ditinggalkannya.
“Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka
setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah
tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.**)
Malingping, 14 November 2002
9 Syawal 1423 H
Ctt :
*) H.R. Muslim.
**) Q.S. Al-Baqarah : 120.
“Hari akhir tidak akan datang kepada kita
sampai dataran Arab sekali lagi menjadi
dataran berpadang rumput dan dipenuhi
dengan sungai-sungai”.*)
Salju tercurah merambah dataran Arab Saudi.
Inikah pertanda itu ?
Kalau saja kebersamaan kita bina sejak semula.
Cakrawala ini takkan tercoreng di mata Sang Maha Basir.
Kalau saja kita tidak mengawini kegelapan.
Kelelawar-kelelawar itu tak kan lahir.
Dan kini kita telah ditelanjangi tanpa busana kehormatan,
tapi masih tak sadar diri.
Dataran Saudi sebentar lagi berpadang rumput.
Inikah pertanda itu ?
Kalau saja kita mau berkaca sejak pertama.
Cakrawala ini tak kan terkoyak di rasa Sang Maha Rahman.
Kalau saja kita tidak menggumuli nafsu.
Ambisi-ambisi itu tak kan menjadi budak keturunan.
Dan kini kita telah dilucuti tanpa kain harga diri,
tapi masih tak mau mengerti.
Sungai-sungai akan memenuhi seluruh Jajirah Arab.
Inikah pertanda itu ?
Kalau saja kita tidak menabur badai sejak awal.
Kalau saja kita tidak menceraikan keimanan.
Cakrawala ini takkan tenggelam.
Cakrawala ini takkan berakhir di asa Sang Maha Rahim.
Dan kini kita akan dikembalikan ke tempat yang paling hina,
hari akhir dimana neraka itu berada.
Satu tanda merona Jajirah Arab, seribu ciri terjadi dinegeri ini.
Kita telah melukai-Nya, dan kita telah ditinggalkannya.
“Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka
setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah
tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.**)
Malingping, 14 November 2002
9 Syawal 1423 H
Ctt :
*) H.R. Muslim.
**) Q.S. Al-Baqarah : 120.
Warna-Warni Pelangi Menepis Kabut Lalu
prakata :
walau goresan politis itu begitu lekat menusuk
jejak mudamu, tapi warna-warni pelangi memberkahimu
Warna-Warni Pelangi Menepis Kabut Lalu
Pena : Akh. Maemun
Buat : Kang Gebar Sasmita
saat hening mendekap
titik gerimis menyisakan kabut di bening kaca
membentuk bayang maya yang mesti kusentuh dengan hati
walau ada rasa takut salah eja dan membaca
aku coba menelusur kedalaman relung lekuk hatimu
setiap desir kata yang kau ucap
setiap lantun cerita yang kau tata
dan dari geliat resah kisah masa lalumu
aku banyak menggali dan menimba rasa
aku banyak mengecap arti sebuah perjalanan
aku banyak memahat tutur dan mengukir sketsa asa
hingga ciprat cat lukismu dapat kurengkuh
kubaca dengan kata kurasa dengan makna
satu cerita miris mengiris pipih perjalananmu
pahatan politis itu menggores begitu lekat
menancapkan kuasa tak berperi
menusuk jejak mudamu
menghilangkan warna mimpi indahmu
membingkai dalam buram trali
memutuskan titis citamu
memasung garis hidupmu
menghempaskan segalanya
disuatu senja dimana tangan sang kuasa berkata lain
warna-warni pelangi kebesaran membimbingmu
memapahmu menerjemahkan takdirmu
Tuhan maha segalanya
dan kini engkau bebas
bebas memandang luasnya langit
luasnya lautan dan tepian pesisir yang menghampar
boleh kau lukis gunung
semaikan cita-citamu di sana setinggi mungkin
boleh kau lukis manusia
dan tanamkan di sana rasa cinta dan kasihmu
boleh kau lukis apa saja
asal jangan lupa
bahwa Tuhanlah di atas segalanya
goresan tanganmu adalah goresan titis kasih Tuhan
warna-warni indahmu adalah warna-warni indah Tuhan
aku termenung dalam rengkuh yang dalam
tak bisa membaca takdirmu dengan mata batinku
itu rahasiaNya yang teramat rahasia
yang kutahu atas kuasaNya
warna warni pelangi memberkahimu
warna-warni pelangi penepis kabut lalumu
Malingping – Selatan Sisih Terpencil, 22 Mei 2007
walau goresan politis itu begitu lekat menusuk
jejak mudamu, tapi warna-warni pelangi memberkahimu
Warna-Warni Pelangi Menepis Kabut Lalu
Pena : Akh. Maemun
Buat : Kang Gebar Sasmita
saat hening mendekap
titik gerimis menyisakan kabut di bening kaca
membentuk bayang maya yang mesti kusentuh dengan hati
walau ada rasa takut salah eja dan membaca
aku coba menelusur kedalaman relung lekuk hatimu
setiap desir kata yang kau ucap
setiap lantun cerita yang kau tata
dan dari geliat resah kisah masa lalumu
aku banyak menggali dan menimba rasa
aku banyak mengecap arti sebuah perjalanan
aku banyak memahat tutur dan mengukir sketsa asa
hingga ciprat cat lukismu dapat kurengkuh
kubaca dengan kata kurasa dengan makna
satu cerita miris mengiris pipih perjalananmu
pahatan politis itu menggores begitu lekat
menancapkan kuasa tak berperi
menusuk jejak mudamu
menghilangkan warna mimpi indahmu
membingkai dalam buram trali
memutuskan titis citamu
memasung garis hidupmu
menghempaskan segalanya
disuatu senja dimana tangan sang kuasa berkata lain
warna-warni pelangi kebesaran membimbingmu
memapahmu menerjemahkan takdirmu
Tuhan maha segalanya
dan kini engkau bebas
bebas memandang luasnya langit
luasnya lautan dan tepian pesisir yang menghampar
boleh kau lukis gunung
semaikan cita-citamu di sana setinggi mungkin
boleh kau lukis manusia
dan tanamkan di sana rasa cinta dan kasihmu
boleh kau lukis apa saja
asal jangan lupa
bahwa Tuhanlah di atas segalanya
goresan tanganmu adalah goresan titis kasih Tuhan
warna-warni indahmu adalah warna-warni indah Tuhan
aku termenung dalam rengkuh yang dalam
tak bisa membaca takdirmu dengan mata batinku
itu rahasiaNya yang teramat rahasia
yang kutahu atas kuasaNya
warna warni pelangi memberkahimu
warna-warni pelangi penepis kabut lalumu
Malingping – Selatan Sisih Terpencil, 22 Mei 2007
Langganan:
Postingan (Atom)